Site icon KABARPAPUA.CO.ID

Kemungkinan Perang Nuklir Gara-Gara Ukraina

By Asyari Usman

Dunia saat ini sedang menghadapi ancaman kehancuran total akibat perang nuklir. Ini terjadi karena kesombongan NATO yang membuat Presiden Vladimir Putin terpojok. Dunia bakal ludes terbakar oleh ribuan rudal nuklir kalau konflik Ukraina tak terkendali lagi.

Ukraina adalah hidup-mati Rusia. Ukraina adalah juga martabat Rusia, harga diri Prsiden Putin. Putin akan merasa sangat dipermalukan dan dilecehkan kalau Ukraina akhirnya masuk menjadi anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara).

Amerika Serikat (AS) dan Nato merasa menang telak ketika Uni Soviet pecah berantakan menyusul reformasi yang dilancarkan oleh Presiden Mikhail Gorbachev. Setelah keruntuhan Soviet pada 1989 itu, Rusia tinggal sendirian. Negara-negara anggota Uni Soviet yang berada di sebelah timur, selatan dan barat Rusia melepaskan diri. Sebagian tetap erat dengan Moskow, tetapi sebagian lain memusuhinya. Ukraina termasuk di kelompok kedua.

Keruntuhan Soviet dimanfaatkan oleh Barat. Negara-negara bekas Soviet ditawari bergabung ke Nato. Mulai 1997, satu per satu berhasil dirayu oleh Barat untuk bergabung ke dalam pakta pertahanan itu. Hingga sekarang, tercatat 14 negara bekas Soviet masuk ke Nato. Mereka adalah Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia, Republik Ceko, Slovakia, Hungaria, Rumania, Slovenia, Kroasia, Montenegro, Albania, Makedonia Utara, dan Bulgaria.

Sejauh ini, Nato tak bisa membujuk Belarusia yang berada di utara Ukraina. Kedua negara ini berbatasan langsung dengan Rusia. Namun, yang paling mengkhawatirkan Moskow adalah Ukraina. Negara ini boleh dikatakan “halaman depan” Rusia.

Rusia berusaha sekuat tenaga mencegah Ukraina bergabung ke Nato. Bisa dimaklumi. Sebab, bila sudah resmi menjadi anggota Pakta itu, maka militer Nato dan perangkat perangnya pasti akan ditempatkan di Ukraina. Rusia tahu ke sinilah arah keanggotaan Ukraina di Nato. Yaitu, pengerahan militer Barat sedekat mungkin ke Rusia.

Inilah sumber ketegangan yang sesungguhnya antara Rusia dan Ukraina. Bukan ancaman kelompok-kelompok ekstrem kanan atau “white supremacy”. Sebab, ancaman seperti ada di mana-mana, termasuk di Rusia sendiri.

Penguasa Ukraina merasa akan mendapat teman baru yang gagah perkasa: Nato. Barat pun merasa mendapatkan teritorial baru yang bisa dijadikan pangkalan untuk mengintimidasi Rusia.

Cuma, Barat (Nato) dan Ukraina bagaikan lupa bahwa Rusia memiliki 6,225 rudal nuklir (nuclear war head). Jumlah ini melebihi total rudal nuklir AS (5,550), Prancis (290), Inggris (225) dan Israel (90).

Tak mungkin Rusia akan membiarkan intimidasi Nato lewat pangkalan militer di Ukraina. Sampai kapan pun itu tak akan terjadi. Taruhannya sangat tinggi. Ini soal harga diri Rusia. Itulah sebabnya Putin langsung mengeluarkan “red notice” dalam bentuk siaga nuklir level tertinggi. Semacam peringatan “jangan coba-coba”.

Reaksi Putin itu sangat serius. Putin adalah figur yang paham betul sejarah Perang Dingin (Cold War) antara Blok Barat dan Blok Timur. Dia tahu persis Barat (Nato) akan mencoba melakukan ekspansi ke negara-negara bekas Soviet.

Rusia menyerang Ukraina bukan karena adanya kebangkitan pemerintahan fasis di Kiev. Memang ini pun fakta. Tapi, Rusia tidak akan melakukan intervensi militer gara-gara ini.

Keinginan Ukraina untuk masuk ke Nato-lah yang menjadi masalah besar. Bagi Rusia, militer Nato yang bermarkas di Ukraina adalah bentuk teror yang tak mungkin mereka biarkan. Sekali lagi, ini soal harga diri.

Kalau Nato meremehkan ini dan terus mendukung Presiden Volodymyr Zelensky untuk masuk ke Nato, berarti terbukalah pintu menuju perang nuklir gara-gara Ukraina. Rusia akan berada pada posisi “nothing to lose”. Tak banyak yang dipikirkan Putin. Dia tak peduli menang atau kalah.

Sebaliknya, Barat (Nato) punya “so many things to lose”. Banyak yang mereka perhitungkan. Kekuatan nuklir Rusia bisa menghancurkan AS dan sekutunya dengan presisi tinggi.

Berani? []

8 Maret 202
(Jurnalis Senior)

Exit mobile version