oleh

Penangkapan Mafia Perdagangan Orang di Batam: Oknum PNS hingga Jaringan Besar Disorot

JAKARTA – Upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kepulauan Riau memasuki babak baru. Dalam dua pekan terakhir, serangkaian kasus penyelundupan pekerja migran ilegal berhasil diungkap polisi.

Operasi ini menyasar aktor-aktor di lapangan, namun publik dan aktivis meminta aparat tancap gas lagi mengusut jaringan mafia perdagangan orang hingga ke akar-akarnya.

Kasus pertama diungkap Direktorat Polisi Air (Ditpolair) Polda Kepri pada Rabu (13/11/2024). Dalam operasi ini, aparat menyelamatkan dua korban dan menangkap dua tersangka, yakni Muktar (38) dan Adung (38). Menurut Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Polair, Komisaris Syaiful Badawi, keduanya telah lama menjadi target penyelidikan karena terlibat dalam penyelundupan pekerja migran ilegal ke Malaysia.

RD Chrisanctus Paschalis Saturnus Esong, aktivis Jaringan Safe Migran Batam, menyatakan Adung merupakan tangan kanan Abdul Rahim alias Aim, seorang mafia perdagangan orang di Batam.

“Nama Adung sudah kami pantau sejak 2022 dalam kasus manifes feri Batam-Tanjung Pengelih,” ujar Paschalis, Minggu (17/11/2024).

Baca Juga  LBH SMSI Kunjungi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Gunung Sugih

Ia menambahkan, perdagangan orang melibatkan jaringan luas, sehingga penangkapan di lapangan tidak cukup untuk memutus mata rantai.

Komisaris Badawi berkomitmen mengusut kasus ini hingga tuntas. “Kami tidak akan berhenti di Adung dan Muktar,” tegasnya.

Selain operasi itu, pada 15 November 2024, Ditpolair menangkap dua tersangka lain yang terlibat kasus serupa dan menyelamatkan tiga korban asal Nusa Tenggara Barat.

Peran Oknum PNS

Dalam kasus terpisah, Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepri mengungkap jaringan TPPO pada 31 Oktober 2024.

Direktur Ditreskrimum, Kombes Pol Dony Alexander, menyatakan, dua korban, Lailatul Fitriyah (37) dan Tri Hartati (24), berhasil diselamatkan di Pelabuhan Internasional Batam Center.

Polisi menetapkan dua tersangka, yakni M (54), warga Tiban, dan RS (50), seorang oknum PNS BP Batam. Keduanya diduga berperan sebagai pengurus dalam jaringan perdagangan orang yang hendak mengirim korban ke Singapura sebagai pekerja migran ilegal.

Baca Juga  PANITIA MUSYAWARAH BESAR KE VIII IMMIM TERBENTUK

Menurut Dony, barang bukti dan para pelaku telah dibawa ke Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepri untuk penyelidikan lebih lanjut. Tersangka dijerat dengan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara.

Tantangan Penegakan Hukum

Selain rangkaian operasi tersebut, jajaran Polres Barelang juga mengungkap empat kasus penyelundupan pekerja migran pada Oktober-November 2024, menyelamatkan 10 korban dan menangkap enam tersangka.

Kombes Pol Heribertus Ompusunggu menyatakan kasus ini menjadi perhatian serius mengingat dampak besarnya terhadap masyarakat.

Meski demikian, Romo Paschalis menilai pengungkapan kasus sering kali tidak tuntas. “Yang ditangkap hanya pelaku di lapangan, sedangkan pemain besar terus merekrut anggota baru,” katanya.

Ia berharap pengusutan jaringan mafia seperti Aim dilakukan secara transparan untuk menghentikan rantai perdagangan orang di Batam.

Baca Juga  Jateng Gelar Istighosah Secara Virtual

Ketua Umum JarNas Anti TPPO Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengingatkan, PR menyangkut perdagangan manusia masih banyak.

“Kasus-kasus masih merajalela dan anak bangsa masih terus menjadi korban dan dipandang sebagai komoditas oleh sindikat perdagangan orang,” kata Sara.

“Kita juga perlu keberpihakan aparat penegak hukum terhadap korban dan pemberian kepastian hukum dan keadilan dengan memastikan hukum ditegakkan terhadap pelaku,” ucap Sara.

Keponakan Prabowo Subianto ini mengatakan, dari data yang ia miliki menunjukkan Batam, Bali, Surabaya, Manado, Jakarta, dan Papua menjadi sentra perdagangan orang.

“Banyak daerah tersebut menjadi bukan hanya sumber tetapi juga tempat transit dan destinasi untuk perdagangan orang khususnya eksploitasi seksual. Jangan lupa persoalan Pekerja Migran Indonesia di sektor informal yang seringkali menjadi PMI non-prosedural dan rentan terhadap TPPO,” kata Sara. (*)