Jakarta – M.Mufti Mubarok Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) meminta tanggung jawab penyelenggara kompetisi sepakbola indonesia dalam hal ini PSSI dan Pelaku usaha PT LIB sebagai panitia pelaksana adalah pihak yang harus bertanggung jawab atas tragedi yang menewaskan ratusan suporter di Malang, Jawa Timur.
Menurut Mufti, tragedi yang terjadi di Malang ini bisa dikenakan Pasal 8 ayat 1 huruf a jo. Pasal 62 ayat 1 sangsi bagi pelaku usaha yang tidak memperhatikan standarisasi, hal ini juga berpotensi melanggar Undang Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain UU Perlindungan Konsumen, Undang Undang Pelayanan Publik dan Undang undang tentang HAM juga ikut berpotensi dilanggar.
Mufti Mubarok yang juga tokoh kelahiran Jawa Timur ini prihatin atas tragedi kerusuhan pertandingan sepak bola antara Arema kontra Persebaya yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia. Menurutnya tragedi tersebut patut menjadi hari berkabung nasional, dan dilakukan pengibaran bendera setengah tiang untuk menghormati korban jiwa tewas. Mufti berharap selanjutnya tragedi tersebut tidak kembali terjadi karena tidak menutup kemungkinan hal serupa bisa menimpa suporter sepak bola lain. Kata Mufti.
Mufti menilai, panitia dan operator liga tidak menerapkan mitigasi dengan benar, karena kapasitas stadion yang hanya memuat 38 ribu penonton dipaksakan menampung 42 ribu penonton, akibatnya para penonton berdesakan dan mengalami ganggunan pernafasan.
“Panita dan operator harus diminta pertanggung jawaban, ganti rugi serta rehabilitasi”. Ujar Mufti.
Selain itu Mufti juga menyoroti tindakan represif dari aparat kepolisian dan tentara karena mengerahkan kekuatan pasukan berlebihan hingga menyebabkan hilangnya nyawa para penonton.
Sebagai informasi, 182 orang suporter penonton laga Arema versus Persebaya yang tewas adalah termasuk kategori konsumen akhir, karena sudah membayar tiket pertandingan kelas ekonomi seharga Rp.50.000, dan kelas VVIP Rp.250.000.
Mufti Mubarok juga mengingatkan, tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan juga dengan beberapa peraturan Polri seperti Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-Hara.
“Kepolisian kemungkinan besar salah menggunakan prosedur dalam mengambil tindakan termasuk juga pihak keamanan lain. Kepolisian juga harus bertanggung jawab atas penggunaan gas Air mata yang dilarang oleh FIFA.” Tutur Mufti.
Dalam aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.
“Tragedi ini harus diusut tuntas dan perlu dibentuk tim investigasi yang melibatkan tim independen, bila perlu perlu Pansus DPR RI karena tragedi ini adalah tragedi nasional bahkan dunia internasional juga ikut berkabung duka atas musibah tersebut” Tutupnya.